Hari ini adalah pengumuman SNM-PTN dimana aku sangat berharap sekali bisa di terima PTN nomor satu di Jogja. Aku selalu belajar sepanjang waktu, ibadahku sangat rajin sampai aku mengerjakan ibadah-ibadah sunnah seperti yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Karena aku asli Tasikmalaya, maka terpaksa aku harus numpang di rumah orang alias ngekost di Jogja itu pun kalau aku di terima menjadi mahasiswa Teknik Elektro UGM. *amien. Itu adalah jurusan impian aku selama ini. Sebenarnya Ayah dan Ibuku sangat menginginkan aku menjadi dokter suatu saat nanti, namun bakatku adalah di bidang hitung-hitungan dan teknik. Jadilah aku memilih teknik elektro menjadi jurusan favoritku.
Tepat pukul 00.00 WIB, pengumuman SNM-PTN sudah bisa mulai di akses lewat internet atau melihat langsung di kampus UGM. Namun berhubung aku masih di Tasik, akhirnya aku memakai fasilitas internet untuk mengakses pengumuman SNM-PTN tersebut di warnet. Sebelum berangkat, aku sempatkan untuk sholat tahajud terlebih dahulu dan memohon agar aku diberi kesempatan untuk bisa diterima di UGM oleh Allah. Aku pun bernadzar . Aku bergegas berangkat ke warnet belakang rumah, tidak lupa aku meminta restu dari orang tuaku.
Setiba di warnet, masyaAllah, ramai sekali. Aku harus rela antre untuk beberapa menit dan akhirnya aku mendapatkan box untuk nge-net. Tanpa basa-basi aku langsung membuka situs yang ku tuju. Ku tekan nomer tesku dan …
SELAMAT! MUHAMMAD AZIZ NUR LATHIIF DITERIMA DI PILIHAN 1.
Sujud syukurku langsung ku panjatkan hanya untuk Tuhanku Ya Samii’ Allah Al Mujiib, Allah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengabulkan. Alhamdulillah Ya Allah terima kasih. Segera aku pulang dengan wajah penuh kebahagiaan tak terhingga. Rasanya ingin sekali aku memeluk kedua orang tuaku dan aku buktikan setelah aku sampai kerumah. Ibu dan Ayahku telah menungguku di beranda rumah, langsung ku peluk Ibuku dengan air mata yang tak bisa ku tahan.
“Aziz diterima, Bu!” ucapku pada Ibu. Ibu dan ayah saat itu langsung sujud syukur kepada Sang Khooliq.
“Nak, langsung laksanakanlah nadzarmu, nak!” pesan ibu padaku.
“Iya, Bu.”
Seminggu kemudian …
Saatnya aku OSPEK, biasa aja kok tidak seseram dugaanku. Aku melaksanakan OSPEK dengan lancar. Akhirnya aku kuliah juga ...
“Ibu, Ayah, Aziz kuliah!” semangatku dalam hati ketika aku tengah berkaca di depan cermin di kamar kosku yang berukuran 3x3 itu. Ini pertama kalinya seumur hidupku aku pisah dari orang tua dan keluarga yang amat aku sayangi. Aku sangat merindukan mereka, namun aku harus kuat menghadapi ini. Aku yakin kok Allah akan menjaga aku, orang tua dan keluargaku.
Sudah satu tahun lamanya aku kuliah di kampus itu dan sudah setahun pula aku tinggal tanpa orang tuaku. Nilaiku syukur Alhamdulillah memuaskan, IPK-ku mencapai 3,57. Ibu dan Ayahku sangat bangga padaku. Tiba saatnya aku masuk di tahun kedua. Aku bertekad untuk menjadi lebih baik lagi pastinya. Namun rasa bosan selalu ada. Kegiatanku hanya kuliah, pulang, makan, belajar, tidur, belajar, kalaupun ada libur sampai seminggu aku sempatkan pulang ke Tasik dan bla bla bla …
Suatu hari di papan pengumuman kampus ku liat ada poster “OPEN RECRUITMENT MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam, red) TEKNIK ELEKTRO UGM.”. Ku baca dan aku sangat tertarik. Banyak juga yang bilang “kalau anak teknik apalagi cowok kalau gak ikutan MAPALA uuuhhh BOYBAND abiiiiissss …”. Awalnya aku cuek bebek sama katanya-katanya itu. Tapi aku berpikir bahwa aku bosan juga dengan rutinitasku yang itu-itu saja. Ingin rasanya aku ikut salah satu kegiatan kampus. Langsung ku datangi markas MAPALA di koridor paling pojok. Dan …
“MasyaAllah, bau apa ini?” bisikku dalam hati.
“Ada perlu apa?” seorang laki-laki muncul dari ruangan itu. Laki-laki itu sangat kumel, rambut gimbal dan bau pastinya.
“Punten, saya mau daftar jadi anggota MAPALA.”
“Oh, tuh ambil aja form-nya di meja itu tuh. Diisi data lengkap, pas foto dan kumpulin paling lambat lusa.” Ucap Kang gimbal sambil menunjuk meja yang ada form-nya.
“Iya kak. Hatur nuhun.” Ucapku.
Tak lama kemudian aku diterima sebagai anggota MAPALA setelah aku mengikuti beberapa syarat yang telah ditentukan. Selain kuliah, aku disibukkan oleh kegiatan mendaki gunung. Aku sangat menikmatinya karena mereka mempunyai solidaritas yang sangat tinggi dan sangat cinta kampus sampai-sampai ada angkatan ’97 yang ampe sekarang belum lulus-lulus gara-gara sibuk ngurus MAPALA.
Aku terpengaruh oleh gaya hidup mereka yang santai. Aku jadi punya banyak teman. Link-ku gag cuma di MAPALA dan kampus. Sampai-sampai aku berteman dengan segerombolan anak ya mereka beda kampus. Mereka memang terkenal badung di kota ini. Suka bikin kerusuhan. Entah setan apa yang berhasil menghasutku untuk berteman dengan mereka. Mereka doyan tawur, mabuk dan yang pasti gak pernah beribadah. Aku terpengaruh oleh mereka. Yang semula aku tiap Maghrib selalu sholat di masjid jadi jarang bahkan tak pernah, senin-kamis aku selalu puasa jadi tidak lagi, rajin kuliah jadi bolong-bolong dan parahnya lagi sholatku mulai bolong. Aku tak merasa takut karena aku menikmatinya dan aku punya banyak teman. Aku sekarang sudah mengenal rokok dari mereka, rambutku sudah mulai gondrong.
Bulan suci Ramadhan pun tiba, Gank Gandrungku ini mengadakan piknik ke pantai 3 hari sebelum puasa yang katanya sih 'padusan' dan pada waktu yang sama, Ibuku memintaku untuk pulang ke Tasikmalaya. Namun ku tolak permintaan Ibuku dengan alasan aku ada banyak kegiatan di kampus. Pas aku tiba di pantai, cuaca memang sedang dingin sekali. Salah seorang temanku yang gak lain dia ketua Gank menyodoriku dengan minuman keras, namun berulang kali aku pun menolaknya dengan alasan itu adalah minuman haram. Tetapi mereka tak menyerah begitu saja untuk mengajakku meneguk minuman itu. Mereka bilang “Ini tidak haram, toh tujuanmu bukan untuk mabuk, melainkan untuk menghangatkan tubuhmu saja”. Mereka sedikit memaksa dan kali ini aku menyerah, aku meneguknya. Awalnya hanya satu tegukan tetapi menjadi ketagihan.
Puasa ini aku merasakan ada yang beda. Aku jadi jarang sholat wajib apalagi tarawih serta mengaji seperti tahun-tahun sebelumya. Kegiatanku nongkrong bareng Gank Gandrung itu, mabuk-mabukan, tak pernah sholat, dan tak pernah kuliah. Ibuku selalu menelponku dengan menanyakan kabar dan kegiatanku, namun sekali lagi aku berbohong pada Ibuku. Aku berkata pada beliau
“Aku baik-baik saja Bu, aku selalu ingat pada Allah, sholat tak pernah ku tinggalkan dan puasa selalu ku jalankan.”
“Syukur kalau begitu Nak. Jaga dirimu baik-baik ya Nak. Ibu sangat rindu padamu, Nak. Kapan kau bisa pulang bertemu dengan Ibu?”
“Aduh Bu, sudah berapa kali aku bilang pada Ibu, aku sibuk Bu. Kuliahku padat dan tugasku menumpuk.” Aku sedikit menggertak Ibuku.
Ku dengar Ibuku agak terisak mendengarku berucap itu sambil menggertaknya.
“Udah dulu ya, Bu. Aziz mau tidur. Capek! Assalamualaikum.” Klek. Langsung ku tutup telfon dari Ibu itu sebelum Ibu sempat menjawabnya.
“Males dengernya. Paling juga ceramah, nasihat, bosaaaan aku dengarnya!” gerutuku.
Kegiatanku selama bulan puasa sama saja. Aku tak pernah beribadah lagi, kerjaanku hanya minum minuman keras dan bersenang-senang.
Ibu berulang kali menelponku tapi tak pernah ku angkat. Ibu juga sms tapi tak pernah ku balas. Malas sekali aku bicara pada Ibu yang hanya menasihatiku. Tak lama kemudian Ayah menelponku, capek juga tak ku angkat, akhirnya ku angkat juga padahal saat itu aku tengah tak sadarkan diri karena pengaruh minuman haram itu.
“Hallo …”
“Assalamualaikum anakku.”
“Ada apa, yah?”
“Ziz, kau pulang ya nak … Ibumu sedang sakit dan Ibumu merindukanmu.”
“Aduh yah, Aziz gak bisa pulang. Ibu pasti juga sembuh sendiri nantinya.”
“Ziz, ayah mohon padamu, Nak. Pulanglah. Oh iya, ini Ibu ingin bicara padamu.”
“Aduh yah. Besok telpon lagi ya. Ini Aziz lagi ada urusan.” Klek. Ku tutup telponnya. Aku tak tahan dengan kepalaku ini, melayaaaang …
Keesokkan harinya …
Kepalaku pusing sekali, aku semalem habis 2 botol bersama Anton. Aku bergegas mandi agar tubuhku segar kembali. Selesai aku mandi handphone-ku berdering. Nomor rumah Tasik menelponku.
“Hadduh, ada apa lagi sih! Mengganggu saja!” gumamku.
“Hallo …” angkatku dengan nada males.
“Assalamualaikum a, ni teteh, aa kemana aja sih di telponin gak bisa-bisa?” suara adikku satu-satunya, Aisyah.
“Apaan sih? Aa sibuk tauk.”
“A, pulang yah a …”
“Gak bisa.”
“Ibu a …”
“Kenapa lagi Ibu, udah ah tenang saja, Ibu akan sembuh kok.”
“A, Ibu meninggal dunia a …” kata Aisyah membuat aliran darahku mendadak berhenti, jantungku berdegub kencang, kaki dan tanganku dingin, hatiku sakit dan aku meneteskan air mata.
“Tidak mungkin Ya Allah, tidaaaaaaaakkk … ibuuuuuuuuuuuuu …” aku tersungkur di lantai dan menangisi keadaan ini.
Ibu yang selama ini mencintaiku, membesarkanku, menasihatiku dan merindukanku meninggalkan aku untuk selama-lamanya. Baru semalam terakhir ku dengar keadaan Ibu dan beliau sangat merindukan dan menginginkan aku berada di sisinya untuk terakhir kalinya dan aku menolaknya.
Langsung ku pakai jaket dan ku naiki motorku, aku berangkat ke Tasikmalaya hanya dengan mengendarai motorku. Di perjalanan, air mataku tak henti untuk mengalir. Aku sangat menyesalkan ini. Sangat menyesal. Ibu selalu merindukanku, tapi aku tak mempedulikannya. Ibu selalu membutuhkanku tapi aku tak membutuhkannya. Ibu selalu mengingat dan mengkhawatirkanku, namun aku melupakannya. Ibu selalu sabar menghadapi aku, namun aku hanya bisa membuat Ibu menangis.
“Ya Allah, ampunilah aku. Hidupkan Ibuku lagi. Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki ini Ya Allah.” Terus-terusan aku mengusap air mataku ini. Akhirnya aku tiba di daerah rumahku. Tubuhku bergetar saat ku melihat ada bendera kuning di gang rumahku, hatiku tergoncang saat aku melihat orang-orang berbondong-bondong menuju rumahku. Aku berlari sekencang mungkin. Aku rindu Ibuku.
“Ibuuuuuuuuuu …” teriakku sambil berlari memasuki rumahku. Ku lihat di ruang depan, tubuh yang membujur kaku di tutup kain kafan. Ku dekati tubuh itu walau sesungguhnya kaki ini sangat bergetar menuju tubuh itu. Air mataku semakin mengalir deras. Semakin dekat aku pada tubuh itu, ku buka kain yang menutupi wajah itu.
“Astaghfirullah hal’adziiim … Ibuuuuuuuuuu …” wajah itu memang wajah Ibu. Wajah yang penuh cinta kepadaku. Wajah yang penuh kehangatan. Wajah yang tulus membesarkan aku. Wajah yang rindu padaku. Wajahnya sudah mulai tampak tua dan aku melihat wajah Ibu sangat sedih. Mungkin karena kelakuanku selama ini pada Allah dan pada Ibu. Aku mengkhianati syahadahku kepada Allah, aku mengkhianati janjiku untuk berbakti kepada orang tua.
“Ya Allah, ampuni aku yang telah menyakiti Ibuku di saat terakhir Beliau menghembuskan nafas terakhir. Ampuni aku Ya Ghofuur. Ampuni dosa-dosa Ibuku. Peluklah Ibuku dengan cintaMu di alam sana, Ya Rahman Ya Rahiim.” Ku ucapkan itu dengan bergetar seluruh tubuhku dan ku terus mengoyak tubuh Ibuku berharap Ibu akan bangun dan ini hanya sebuah mimpi. Namun itu hanya lah keinginanku semata. Ibu benar-benar telah tiada. Adikku berusaha untuk menenangkanku.
“A, udah ya a … ikhlasin Ibu … kasian Ibu a …” Aisyah memelukku erat sambil menangis.
“Sekarang mending kita sholatkan Ibu, agar Ibu bisa tersenyum disana.”
Ku ciumi wajah Ibuku dengan air mata mengalir deras dan ku bisikkan pada Ibu
“Maafkan aku Ibu, aku sangat sayang dan rindu kasih sayangmu.” Lagi-lagi aku menangis. Ku bisikkan di telinga Ibu dua kalimat syahadah.
Lalu kami menyolatkan Ibu. Aku menangis di dalam sholatku. Aku sangat merindukanMu Ya Allah. Aku sangat merindukanMu. Sudah lama sekali aku menjauhiMu sampai-sampai Kau juga menjauhiku. Ampuni aku Ya Ghofuur. Sucikanlah aku Ya Quddus. Lapangkanlah kubur Ibuku, Ya Baasith. Ampuni Ibuku dan sayangi Ibuku Ya Rahman Ya Rahiim.
Ibu telah tiada, rasa penyesalanku masih membayangiku. Ayah pernah cerita suatu hari Ibu pernah terlihat sangat sedih dan menangis setelah menelponku, tetapi ketika Ayah menanyakan itu Ibu tak menjawab, Ia pendam seorang diri. Ya Allah, itu ketika aku menggertaknya. Ampuni aku Ya Allah yang telah membuat Ibu sakit hati dan menangis. Aku sangat menyesali perbuatanku yang telah melupakanmu, tak menjalankan perintahmu malah aku melakukan laranganmu, aku menyentuh barang harammu, aku mengkhianati syahadahku, aku mendustakan Ibu dan Ayahku, aku menggertak Ibundaku. Berikanlah manfaat atas semua ini Ya Naafi’.
1 bulan lamanya Ibu telah meninggalkan kami. Kuliahku hancur, IPKku menjadi jeblok dan aku kehilangan teman-temanku yang dulu, teman-temanku yang rajin beribadah sebelum aku gabung dengan gank gandrung itu pun menjauhiku karena tahu kelakuanku selama ini. Berikanlah kesabaran padaku Ya Allah, hamba tahu ini adalah balasan di dunia untukku. Berat memang, namun harus tetap ku jalani, karena ku tahu siksaMu di neraka jauh lebih pedih dari ini. Kuatkan lah hambaMu yang hina ini Ya Allah. Bimbinglah hamba ke jalanMu yang benar dan Kau ridhoi. Terimalah taubatku ini Ya Allah.
Ibu, tak akan ku biarkan kau menangis di sisi Allah. Rasulullah maafkan aku yang telah menyakitimu dengan perbuatanku ini dan Ya Allah ijinkan hati hamba ini hanya terisi cinta untukMu Ya Allah. Amien.
Created by : eCHa
Untuk Ibu di seluruh dunia, cintamu sungguh mulia.
Untuk seluruh ummat Rasulullah, Sayangilah Ibu dan Ayahmu
seperti kau menyayangi Allah dan Rasulnya, Muhammad.
Marhaban ya Ramadhan.
1 komentar:
Sebelumnya Turut berduka..
Yg tabah yah..
Oia dari penulisan dan kata2nya bagus bikin semangat bacanya..
Posting Komentar